Labels

Saturday, March 26, 2016

The Job (method for different kiddos) ... #3

Jangan bosan yak.. Ini last part koq ^^



Apa sih itu guru?
Apakah hanya sebatas orang yang memberikan ilmu kepada seseorang?
For me, teaching is more than that. BUKAN hanya mengajarkan pelajaran melainkan membimbing sang anak juga. During my teaching life, banyak sekali tipe anak yang kutemui.

Ada hal yg mau ku share ttg menangani anak nih berdasarkan pengalamanku.
Selama bbrp tahun ini, ada bbrp anak yg dlm pengawasanku butuh perhatian khusus selama ak mengajar di sekolah sekarang ini, antara lain:

1. Si M. 
Waktu thn pertama masuk sekolah ini, ak jd wali kelas dan saat ambil daftar nama anak, ak langsung dikasih warning oleh VP bahwa anak ini hrs hati2 krn sk nae meja sndr, or wali kelas di level sblmnya di warning jg dy ini kasar. 
At that time, ak cm dengerin aja sih dan berusaha tidak menggunakan kata2 mereka sebagai acuan krn jdnya akan memicu mindset yg salah kan klo ak lgsng percaya. 
Ternyata....1 term pertama itu spt roller coaster buatku setiap hari! Amsiooong. hahahaha..
1 anak aja bs sebegitu destructivenyaaaa. Uda gitu tiap hr berantem terus sama anak lain. 
Dan selama 1 term itu anaknya selalu dibawa k counselor room. Bahkan anaknya bs pecahin meja hanya dengan satu gebrakan kakinya. Ud gt dy ikut wushu pula. alamaaak.. stress ak.

At the end of term 1, ak berpikir bahwa klo dikit2 refer k counselor jg ga bs nih. Jadi ak mati2an mikirin bagaimana alterin emosi anaknya dr ke org jd ke benda dl deh. Krn disuruh menuliskan perasaannya tidak mempan tuh dr counselor.
Kemudian selama term 2 ak mulai observed anak ini lbh khusus. Kenapa dy bisa selalu bereaksi dengan keras setiap wkt? Kenapa dy bisa segitu defensifnya? Kenapa dy bisa sering terlibat pertengkaran? 

Hasilnya mengejutkan loh:

Intinya hanya "judgement". Label kata bandel yang diberikan ke si M ini sejak dy di level sebelumnya sudah menjadikan tindakan yg diambil oleh adults sekitarnya menjadi bias. Kalau diusut2 dan diperhatikan kalau dy terlibat dgn temannya, seringkali yg mulai temannya malah. Tapi saat si M ini bereaksi, tmn2nya akan lgsng menyalahkan si M. Jadi si M menjadi lbih defensif lg. 

Kalau di level sblmnya kebetulan wali kelasnya expatriate dan language barrier jd klo si M marah or ngamuk dan jd harm tmnnya lgsng deh ortu si M dipanggil, ortu anak yg bersangkutan jg di info. Akhirnya jd terbentuk opini dari ortu2 lain bahwa si M ini bahaya loh dan anak2nya di warned jg. Alhasil walau ud dipisah jau dr kelas dy seblmnya tetep aja anak2 lain ud mikir si M ini bandel loh. Jadinya saat mereka teased si M, dan si M marah, jadiny kesannya M nya yg bandel. 

What I did? 
Gained M 's trust dl deh. Karena M ud terlnjur berpkr bahwa guru2 pasti "always blame me". I felt hurt when he said that. So, ak berusaha untuk selalu by one talk dgn dy dan berusaha membuat dy talked his feeling, asked him to talk to the teacher instead of he solved it physically or verbally. Term 2 itu struggled bgnt. Tapi...good newsnya no more councelor. 
Ak jg berusaha terangin ke para ortu lain di klsku bahwa si M tidak spt itu, ak berusaha protect anak2 mereka jg sih dr si M ini klo M sedang marah. Jadi by end of Term 2 ga da lg sih sounding2 ortu worry. 
Si M berhasil survived tanpa physically abused temen2nya lagi. Tapi memang need extra strength n voice sih tiap hr. Literally, every single day pasti ada negurin dy. hufff..
At the end of that year, wali klsnya di level sebelumnyatny ke ak " what did you do, Ms? he becomes so nice ya."  Ak cm senyum aja dah, (long journey....-__-)
And mom nya jg thanked me that I didn't always report bad things n tried to ask her help at home. Jadi mamanya jg susah komunikasi nih ceritanya dgn wali klsnya dl. Jadi guru expatriate jg ga selalu bagus loh. Trz ak jg request ke VP untuk put that boy di kls yg wali klsnya lokal dah di level berikutnya.    

2. Si S dan Mt.

Tahun ketigaku ini ak spesial request 2 anak khusus untuk di kelasku. Bukannya cari perkara sih tp simple krn ak kasian sama dua anak ini. They have been misunderstood a lot sama wali kelas mereka sebelumnya (yg expatriate jg)

-- S ini tu anak yatim. Right before dy msk SD kls 1, papa nya meninggal. Dy kebetulan anak bungsu dan beda jarak usia 4-8 thn dgn saudara2 nya yg lain. Sejak papanya meninggal otomatis mamanya hrs jd tulang punggung keluarga. Kebayang donk anak masih kecil dgn beda usia jauh, dan satu2nya orgtua yg sibuk, dy akan merasa kekurangan perhatian pastinya. Efeknya wkt kelas 1 aja emosinya sudah tidak bagus, Bisa sobek2 buku, marah n ngambek plus ngadat ga mau ngapa2in. 
Tapi setiap anak perkembangan emosi akan berkembang jg seiring dy bertambah usia, tp guidance tetap dibutuhkan. Skrg dy sudah kls 3. Dan alasan ak mau dy diklsku adalah mau mendisiplinkan dy untuk mandiri. Dr level sblmnya dy sudah termsk segan sama ak. Temen2nya dl wkt dy berulah pn yg dipanggil ak pdhl wali kelasnya bukan ak. 
Si S ini jg dl langganannya counselor krn ga ada guru lain yg bs dy dgrin dan trnyata dy mau dgrin ak. 
So, apakah berjalan lancar training dgn si S? tentu tidak. wkwkwkwk.
Tiap hr di Term 1 hrs di "nyanyiin" namanya. Diingetinnya makan yg bener, jgn lap dibaju, rapiin yg ud dibikin berantakan, cb cek tas nya, ini itu.. pokoknya teruuuus diingetin. Kesulitan dy yg lain adalah dy itu tdk ada teman bermain yg khusus krn dy terliat aneh, dan jg sulit mengungkapkan perasaannya. Sampai term 2 dy kalau ditny sesuatu yg ada ditny balik.

Contoh:

"S, what did you do before you eat?"  Dia akan tanya " do what?" *guru Englishnya cm bs haizzz*

Pernah dy cakar tmnnya tanpa alasan. Jadi ak panggil dy dan bertanya:

Me: "S, did you chased her outside and sracth her?"

S : diem.... * I assumed dy ga ngerti nih bahasa inggris kan*

Me : " S, km ada cakar temanmu ga?"

S : " Ada itu apa?"

Me : hufff.... " Tadi kamu cakar temanmu ga?"

S : " Iya."

Me : " Kenapa?"

S : " Karena........."

Udah selesai gitu aja krn dy ga akan bs jelasin kenapa. Seharian ditnyin jg gt.

Tapi.......term 3 sudah berakhir dan dia sudah bisa loh kasih reason skrg, uda bs komunikasiin, ud bs makan rapi tanpa ditongkrongin, uda ada tmn main dan uda bs ngbrl seru dgn tmnnya.  ^^ 
Mom nya jg bae untuk membantu disiplin untuk bisa makan rapi dirmh n makan sndr dan nanny barunya keknya jg baek.  ^^ but I am worry bout her next year. Semoga dpt wali kelas yg bs support dy jg.


-- Mt ini anak yg unik. Dia pintar dan lebih kecil posturnya dibandingkan anak-anak yg lain. Sejak awal bersekolah di sekolah ini, food is one of his issue. Last year, dy sampe di paksa banget untuk makan. In my opinion, food itu bukan sesuatu yg dipaksakan makan loh karena seperti halnya belajar yg dipaksakan, itu akan memicu traumatic event buat sang anak. I guess even as adult kan kita ga akan suka harus dipaksa.

Kemudian Mt ini juga termasuk lelet krn ga konsen gt klo do something (suka ngayal) dan sensitif sekali dengan words from others, jd dy diperlakukan sebagai fragile boy oleh org sekitarnya. So, this year I want him in my class.

What I do?

I put him equal as others. Ask his help, make him leader, make him pay attention to detail and responsible and negotiate about food with him.
Kenapa negotiate? karena dy anak yg smart, ak berpikir bahwa paksaan will no good, membiarkan dy seperti itu teruspn salah. He is way too skinny and small.

Di sekolah, lunch is provided. Biasanya 2 macam sayuran, 1 gorengan, 1 sup dan nasi. Anak2 diharuskan  makan semuamya tanpa kecuali sebisanya. Dan semuanya di campurkan dalam 1 bowl untuk nasi dan sayur n 1 bowl lain untuk sup.

Sbnrnya Mt ini lahir dgn masalah pencernaan sih, kemudian ada bbrp veggies yg dy alergi jg. Kemudian lidahnya itu sensitif sekali dengan makanan baru dan tidak suka makanannya dicampur2 ( huff)..

So, ak buat target dl. Dr hari pertama masuk sekolah dy termsk yg ud di list untuk di trainning. Biasanya ak buat target per kelas. Misalnya 3 bln pertama mereka harus bs disiplin dgn class rules, 3 bln berikutnya train anak untuk aware dgn role mereka sebagai leader ( gantian pastinya sekelas semua merasakan jd leader), dll.. Biasany dgn cara ini by the end of last term tahun ajaran tu, anak2 bs ready to the next levelnya. Perubahan maturity mereka jelas sekali.

Nah, dgn Mt ini target ku adalah make him finish before time. Dy harus bs brush teeth jg like others after lunchnya. Sdgkn dy selalu selesai mepet.. Cut it short, skrg jelas Mt bahkan bisa brush teeth and masih bs read books lagi sebelum lunch time over.

Bagaimana dgn dy yg picky food?

Itu proses yg panjang. Pake acara curhat session segala. Ak nanya kenapa dy ga suka, mostly krn dy blm pernah coba or krn tastenya menurut dy aneh, Awalnya, ak ksh dy makan secuil secuil dan minta dy try first then tell me how's it taste. Kemudian klo yg dy suka, ak akan kasih more tapi dgn catatan try eat walau hny satu yg dy ga suka. Untuk first month bnr2 duduk dgn dy liatin makan. Tapi lama2 ak blg sama dy kalau I trust him to finish it well. When he did it, I praised him. When he's not I said u can try better tomorrow, okay..
Ada pula saat2 I empathized him kalau dy susah makan krn superb ga enak foodnya.

Hasilnya: Yang pasti dy jd agak gemukan, celananya ga ada yg terus menerus melorot, even his mom said he eats more types of veggies and even can request some at the restaurants.

Generally, Mt berubah drastis by the end of this term, dy bahkan sudah bersosialisasi dgn teman2nya. Dulu dy cm wandering around sndr saat break time tp skrg dy ikut main. Menjd leader jg membuat dy lbh percaya diri lagi. Dy menjadi gampang diajak komunikasi dan bisa menjelaskan dengan baik.

Satu hal yg pasti, anak2 yg berkembang di satu sisi, pasti akan memicu perubahan sifatnya jg. Yg tdnya mgkn ga cranky bs jd lbh cranky, for me itu ud pasti.. Saat anak lbh terbuka pikirannya pasti dy jg akn menjadi lebih terbuka dgn emosinya. Which is good donk drpd dy memendam aja.


Sebenarnya masih BANYAK lagi case2 yg ak temui dr anak2 Case anak yg suka ambil barang org lain, case anak yg sk bohong, anak yg ADHD, anak yg sdkt autisme, dll. Believe me semuaya ada pemicunya loh. Sebagian semua butuh perhatian orgtuanya.

When I handle teen masalahnya beda lagi. Kadang2 anak2nya bisa curhat bertanya bagaimana caranya supaya tdk di bully, bagaiman supaya terliat cool, mostly sih kepercayaan dirinya yng menjadi issues.
Tapi dgn teen, yg paling penting adalah listen to them as friend. Mereka butuh rasa empati, mereka br bisa menerima masukan saat qta memberikan saran yg real ketimbang hanya saran "kosong".Oh trust me, teenager knows that, kalau kita lbh banyak menyarankan drpd mendengarkan mereka,  they will stop to talk dan akhirnya fell apart deh.

Conclusion:
1. Setiap anak tidak bisa disamakan. Itu benar, tp metode yg digunakan bisa dikembangkan dr yg ada. Itu bukan hanya tugas guru sekolah or les or psikolog tp itu tugas utama orangtua.

2. See the value of each child. Not what we want them to be.

3. Jangan pernah menyerah akan mereka krn mereka tidak punya siapa2 lagi selain org dewasa disekeliling mereka.

4. Pahami bahwa setiap kepribadian anak itu bukan hanya terbentuk dr lingkungan dan dari cara mendidik, tapi ada pula yang merupakan bawaan dasar sang anak. Jadi don't blame yourself also.

5. Treat them like you wanna to be treated as adult.

6. Mereka tidak akan bisa memutuskan untuk diri mereka sendiri kan? Guess who?  Make a right one.

7. It's not always count on parents aja loh tp juga setiap adult disekitar mereka hrs pny same vibe.

8. Rasa kasihan tidak akan membantu mereka.


Personally ak lbh sk ngajar anak antara kelas 1-3. Kenapa? karena disanalah basic mereka. Dalam pelajaran dan juga core value mereka. Diusia 8-9 tahun, banyak anak yg sudah terlihat arahnya kemana, jd ak lebih suka stay di level itu untuk guide them. Setidaknya hopefully they have enough basic to stay on the bright side. Karena begitu masuk kelas 4, anak2 lbh mudah ikut arus dan kalau dibiarkan lah itu lah susahnya dibentuk kembali.

Counselors di sekolahku pun bilang bahwa setiap tahun, masalah terbesar datang dari area fourth grade. Anak yg ud terliat troubled di kelas 3 dan dibiarkan, menjadi merajalela dah di next level.

Dalam bbrp case ak suka diskusi dgn counselor2 sekolah. Dan waktu ak share keprihatinan ttg anak2 jaman skrg yg too early msk sekolah, mereka setuju jg. Sosialisasi dan ability dalam baca tulis selalu jd fokus utama. Padahal menurut mereka yg utama itu motorik dl. Krn ank yg pintar dan motorik kurang jg jd masalah. Anak yg tidak bisa baca dan tulis dgn cepat di usia 4-5 thn bukan berarti anak itu kurang pintar dll.. But, it's not their age yet loh. Ak pernah disuruh lesin anak 4 thn baca tulis. Ya anaknya cranky lah.
Imagine mereka sekarang sekolah kelas 1-2SD minimal pulang jm 1-2 siang, trz les ini itu (inggris lah, mandarin lah, pelajaran lah, gambar lah, kumonlah, dll), pulang sampai rmh jam 6 paling cpt kayaknya. Ad yg jm 8 bahkan ada yg papanya bs dirmh duluan.

Jam mainnya? jam boci nya ( we know how goodto have a nap is)

Kebayang ga sih brp puluh tahun lagi mereka akan bersekolah? Enek ga?


Sebagai seorg guru, sering juga loh ditanyain sama saudara atau teman mengenai bagaimana menangani anak mereka. Biasanya ak ga bs ksh jawaban yg exact krn ak tipe yg hrs mempelajari sang anak dulu. Jadi, ak biasa menggunakan cerita dr pengalaman2 ku dan yg pernah ku lakukan.
Hanya saja seringkali sebagian dari mereka akan beranggapan jd guru beda loh jd orangtua, atau beranggapan ak bukan ortu jd keknya itu tidak mgkn diterapin. Lucunya mereka selalu mengalami hal itu berulang2 dan bertanya terus menerus.

Tapi ada jg yg berusaha disiplin dr awal, never too early menurut mereka daripada menyesal. Kebanyakan sih yg mengerti yg memang sudah pernah melihat byk cases sih.

Menjadi guru ga menjamin jg anak2nya akan lebih baik koq. ^^

I don't know what kind of parents I would be. So, let me remind myself through this page.

I am not dictating, I am not correcting. I  just want to be a good parent one day.





" Children are like wet cement. Whatever falls on them makes an impression." 
Dr. Haim Ginott















Saturday, March 19, 2016

The Job (suka dan dukanya) #2

Yuk lanjut...

Adakah yang sudah pernah nonton "Freedom Writers" yang dimainin oleh Hillary Swank thn 2007. Yg belum boleh deh ditonton. Fiuh... itu salah satu film yang bener2 inspiring me banget sepanjang hidupku selain "The Children of Huang Xi" 

And..kebetulan both of the movies are about teacher and children. 

Waktu ak masih kuliah, ada salah satu wise woman said that teaching is my destiny. I create good karma by being a teacher dan ga semua org bisa mengajar.. Mendengar itu sih ga membuatku super happy loh. 

Why?

Karena sounds boring to me.  

Setiap pekerjaan di dunia ini punya kelebihannya sendiri. Menjadi gurupun seperti itu. Ada suka dan dukanya juga nih.

I am not trying to blame on someone or something ya by this post. Tapi lebih ke sharing and also reminder untuk diriku sendiri. 

Dukanya?

Ak mulai dr dukanya dulu ya. 

Guru di sekolah dan di tempat les itu berbeda loh dukanya. 

Kesulitan menjadi guru (I guess in the whole world mostly the same now) itu kalau kita tidak dipercaya mendidik. Campur tangan pihak ketiga diluar sekolah yang besar juga menyulitkan kita khususnya orangtua jaman sekarang. I remembered when I was young, my parents ga pernah ada kesekolah complain this and that. Ak diksh hukuman gimanapn ga dibelain tuh. But, it doesn't mean yg dilakukan guru sekolah dulu benar adanya. Berangkat dari hal itulah, sptnya orangtua yang berada di jaman dulu itu merasa mereka harus menjaga anaknya sekarang, Beberapa juga sudah menganggap mereka bayar sekolah ga murah, jd anaknya jg hrs dapat yg terbaik. Jadi, kalau anaknya dihukum menulis, ada yang protes dan tidak terima. 

Ak pribadi tipe yang tidak setuju sih dengan kata "hukuman" tapi lebih ke kata "konsekuensi". Esensi dari dua kata itu berbeda kalau kita terapkan ke anak2. Ak tidak suka mendengar anak dihukum, tp mereka tetap hrs tahu bahwa hal buruk yg dilakukan akan ada konsekuensinya. Agar anak mengenal efek jera dan jg menjadi lebih responsible dengan tindakan mereka. 

Contoh hal-hal yang bisa diterima guru sekolah yg bikin kita stress:

- Saat anak tidak bikin PR, ortunya email or wa or tulis di buku agendanya bahwa anaknya tidak bikin krn diajak oleh ortunya dan minta kita untuk kasih kelonggaran besok br kumpul. 

- Saat ada ulangan harian lebih dari satu langsung diprotes rame2.

- Saat ada PR lebih dari 1 dalam satu hari juga diprotes.

- Saat anknya ada bekas gigitan nyamuk, trz yg disalahin gurunya.

- Saat anaknya di kasih konsekuensi krn melakukan kesalahan di kelas pun di protes (tidak bikin pr, isengin teman, berantem, jalan2 saat pelajaran, dll) --ada loh ortunya yg jawabin : "Ank co kan harusnya emang bandel, klo terlalu lembut nanti jadi kayak cewek. :" *sigh*

- Saat ada kegiatan sekolah diluar sekolah, byk ortu ikut dan mengkritik setiap hal yang terjadi dilapangan. (seakan-akan kita sedang menyiksa anaknya). Contoh: field trip out door ya pastinya ga akan terhindar dari nyamuk, panas, dll tp kita yg diprotes. 

- Ada jg yang berusaha mengubah kurikulum dengan "their thoughts". 

- dan masih banyak lagi


Itu sih hny sedikit yg too much sptnya, but I can understand kalau setiap orang tua pasti mau yang baik untuk anaknya. 

Kalau guru les beda lagi.

- Biasanya org tuanya itu tidak bisa bahasa inggris, tidak ngerti pelajaran anaknya. Jadi semua diserahin lah ke guru les. Jadinya guru les diharapkan harus mengajar semuanya. Kalau nilai jelek, salah jg gurunya.

- Jam ngajar les private biasanya susah dibatasi, ada perasaan membantu anaknya sampai rampung jd biasany over time (for me ya).

- Belum kalau anaknya ngambek ga mau les or sleepy or have to wait him/ her dr tuitionnya yg lain.

- Susahnya mintain duit les........... apalagi klo lagi BU. hahahaha


Ada jg hal2 lain yg ga enak dan bukan dr faktor orang tua:

- bikin soal2 latihan, ujian, kelas tambahan ( yang biasanya byk revisi dr pihak atasan ) ini biasanya bnr2 butuh inspirasi dan biasa bisa berhr2 kerjainnya eh dikerjain anak2 cm 15-30 menit. wkwkwkwk

- kalau sakit ga bs ijin seenaknya apalag klo wali kelas

- tanggung jawab terhadap anak2 ga hanya sebatas mengajar mereka pengetahuan tapi juga mendidik mereka supaya baik dan tahu yg bener dan salah 

- ketika pihak sekolah membebani tugas guru lbh banyak lagi dgn kegiatan2 lain disaat2 kita msh harus koreksi ( a lot!), isi raport, dll

- Ketika ngajar dan masuk k kls yg somehow anaknya susaaaah bgnt diajarin. Harus selalu pake tarik urat br pada dengerin. Kalau ga anknya bengong mulu, ngayal, ngbrol dikit2, kepo dll. Thn ini ada kls yg begitu tuh. wahid bgnt deh tiap abz keluar kelas.. drained!


Sukanya?

Nah.. sukanya ini nih yang bikin dukanya tak terasa ^^

Guru les dulu ya:

- Kalau ada anak yang nilainya meningkat setelah kuajari itu menyenangkan

- Ketika ortunya appreciate what I did, malah bisa jd tmn curhat lagi ortunya ^^

- Ada ortu yg percayain anaknya ke ak jg dalam hal mendisiplinkan anaknya (katanya anaknya lebih dengerin gurunya daripada mamanya) 

- dan ketika anaknya mau curhat ke kita khususnya yg ud puber itu rasanya menyenangkan bs membantu mereka dgn just listen


Kalau guru sekolah:

- Ketika org tuua sharing ttg bagaimana anaknya berkembang menjadi lebih baik dalam wkt bbrp bulan

- Ketika org tua minta tolong untuk membantu anaknya jd lebih baik lg dan bahkan minta input bagaimana mengajarinnya dirmh

- Ketika org tua mensupport sistem pendisiplinan yg kuterapkan di kelas dan melakukannya dirmh sehingga anknya menjadi lebih baik dalam waktu singkat

- Ketika org tuanya terharu krn hal yg dapat dilakukan anaknya di sekolah

- Ketika org tua mendukung guru-guru dan membantu menyuarakan ke ortu2 lain

- Ketika anak2 yang mengingat kita walaupn sudah naik kelas

- Ketika anak2 menganggap bahwa mereka bs terbuka ke ak dan tau bahwa suara mereka akan didengarkan dan mereka akan selalu memberitahukan banyak hal (walaupn bukan wali kelas mereka)

- dll

Masih banyak yg lain sih yg ak ga bs ceritain detail. Tapi ak senang saat bisa membantu orangtua jg karena bagaimanapun sekolah dan rumah adalah dua tempat dimana anak2 menghabiskan sebagian besar waktunya.

Berita buruknya adalah bahwa tidak semua guru memang niat menjadi guru. Di Jakarta sndr, profesi guru di sekolah internasional or national plus itu pny kelebihan yg paling utama yaitu salary. 
Kebanyakan dari mereka ya mgkn memilih jd guru krn libur byk, gaji enak n santai. Apalagi untuk guru yg non wali kelas dan ngajarnya non core subject spt musik, olahraga, agama, itu kan mereka kebanyakan tidak ada koreksian dan hny harus siapin materi mengajar dan nilai. Jadi, ada jg yg tdk peduli dgn perkembangan anak2nya. #miris

Tak bisa dipungkiri loh kalau orang tua tetap jd pendidik nomor 1. Jadi label "guru" itu akan dimiliki oleh semua yg sudah menjadi orangtua.

Dengan menjadi guru, ak byk melihat bagaimana peran ortu dan lingkungan sang anak membentuk pribadi anak itu. Dan jadi org tua itu sgnt tidak gampang. 

Sebagai guru, ak jg berharap bahwa ortu bs melihat bahwa guru bukan musuhnya tp alliance nya. 

Ak jg byk belajar parenting itu dr para ortu2 itu. They help me to understand parenting. Ketika ak melihat anak2 wali ku berhsl mencapai perkembangan, prestasi, saat mereka show empati dan simpati ke org lain atau bahkan hanya performance kelas akhir tahun saja ak bisa ikut merasa terharu. 

I thought that, if I can feel this, the parents must be feel more.

Jadi kdg klo ortu berkaca2 saat ngbrl denganku, ak jg sk ikutan terharu. Untungnya blm pernah sampe yg nangis bareng2.. Kan ga lucu.... >.<

Dengan jd guru, ak jg jd lbh mengerti apa yg sdh ortu lakukan sebagai ortu. I don't have to wait until I become a mom to understand. The students help me.. ^^ Thanks kiddos..

"But even an ordinary secretary or a housewife or a teenager can, within their own small ways, turn on a small light in a dark room." 
Miep Gies character in Freedom Writers

Friday, March 4, 2016

the Job....#1

Seperti para remaja pada umumnya, pada usia 12-17 tahun, aku juga punya cita-cita. Tapi yang pasti jadi guru ga pernah tuh ada di list. Soalnya dulu aku paling sebel sama yang namanya belajar.

Cita-citaku dulu antara lain sbb:

1. Designer Interior or arsitek, tapi gagal karena ga ada bakat ngegambar n ga ada niat rapi n telaten gitu kalau mengerjakan detail. Trz ini juga karena di salah satu hasil test psikologi waktu SMA, ak termsk kurang dalam membayangkan sebuah ruangan. *alesan* .Padahal my mom malah dulu pernah juara lomba gambar n profesinya penjahit n rapi. *jadi ga jaminan deh bakat nurun ke anak. wkwkwk* 


2. Arkeolog, ini salah satu cita-citaku yang bener2 kupikirin karena ak suka banget dengan dengan mempelajari sejarah, dan amazed dgn kehidupan di masa lampau. I often found myself imagining live in the past when I read articles or books about it. Selama SMA juga pelajaran antropologiku selalu paling tinggi setelah languanges. Tapi saat hrs mikirin jurusan apa yang diambil, ternyata ak ga bs menemukan jalur untuk menjadi arkeolog di universitas Indonesia (as far as I know that time). Ini yg paling kusesali sampe sekarang. :(

3. Business woman, waktu SMP menurutku ini pekerjaan yang seksi. Yep, seksi bo krn bs pakai baju keren, terlihat cool dgn heels and been busy is sexy also for me. ^^ Ak membayangkan diriku great at work n cool as mom also. 

4. Tour Guide, at some part of my life, ak ngebayangin jd tur guide itu enak deh bs travelling sambil kerja. Tapi sygnya waktu mau kuliah dulu, my mom didn't allow me to study far from home. Bye dream job. 

5. Psikolog, ini juga salah satu pekerjaan yg dilarang org tua disekelilingku. My aunt told my dad to forbid me take the study of this. Alasannya: "Ngapain u pusingin hidup orang?" Haizz.. pdhl menurutku ak pekerjaan ini yang paling sesuai dengan sifatku yang too much empathy n sympathy dan suka mendengarkan (alias kepo kali ye).



Nah, ga ada kan judulnya mau jadi guru diatas?

So, how come I ended up here? 

Setelah frustasi ga boleh ini itu jurusan kuliahnya, akhirnya ak kuliah ambil jurusan Sastra Inggris aja di Binus. 
Jadi, pada wkt kuliah semester 2, ak uda mulai mikirin bagaimana mengisi waktu luang diantara jadwal kuliah yang lowong mulai semester 3 nanti. Awalnya ak bantuin tanteku kerja dibidang sablon. Tapi dr niatan part time, malah consume my whole time. Trz dr yang niatnya tambah duit jajan, malah berakhir jadi pekerjaan utama aka. ga kerja = no money for have fun. >.<

Karena kerja di tmpt tanteku tuh melelahkan banget krn pagi kuliah, siang pe malem ke pabrik, pulang sampe rmh uda menjelang midnight, jd jelas tugas kuliah keteteran and nilai IPK terjun bebas. So, I decided to quit. Trz apa nasib duit jajanku? 



Nah, saat inilah dikasih tawaran ngajarin les Inggris krn related to my subject of study jg. Pertama kali ngelesin ngajar anak kelas 2 SMP hanya seminggu sekali dengan gaji Rp 100.000/bulan. Mana cukuuup???  -_-'

Jadi cari lagi les2an buat private semua pelajaran di dekat rumah dan dapat anak SD kelas 3. 
Anknya sendiri sekarang ud kuliah loh and ak masih keep in touch sama dy walaupn dy sempet pindah ke Papua tapi tiap dy pulang Jakarta pasti ada ketempatku. 

Jadi selama kuliah, ak mendapat uang jajan dr hasil mengajar privat2 deh. Tapi waktu ak mau skripsi, ak uda mulai jenuh lesin. Jadi mau berhenti lesin buat fokus skripsi dulu. Selama skripsi ak "idup" ngandelin duit yg ud ditabung aja. (ak hanya minta k bokap duit kuliah or klo ud kepepeeet banget selama itu).

Hari dimana ak lulus sidang skripsi, ak ud mulai mikir cari job lain yg ga related ke ngajar. (ini juga hari ak mulai deket sama Mr. A loh ^^ #gakpenting)

Trz dimulailah my journey untuk menemukan pekerjaan yg tepat, sbb:

1. PR at Futures company

Labelnya sih PR tp namanya perusahaan futures pasti hrs client kn. Ak ga hobi dgn numbers n ga ngerti soal saham jadi diminta cari klien pn bingung. Tapi gaji yg di offer sih enak. Temen2nya juga antik2. Jadi I managed to stay 3 months. Tapi setelah dpt gaji bulan ketiga, ak cabut dah. Soalnya lama2 boring liatin tembok doank. 

2. Barista at a coffee shop. 

Ini sih job hasil penasaran. Jadi, waktu dulu tu ak merasa kerja di coffee shop itu keren deh. Ak suka liat org terliat sibuk kerja. Kesannya tuh profesional gt. *suka suka lu lah, Shal.* 

Trz kebetulan ada tmn SMP yg jd manager store di salah satu S***b**** n kirim SMS ( msh jaman forward sms nih) ttg loker buat store barunya. Waktu itu yg dicari untuk store di KM 13.5 tol Jakarta-Serpong. 

Ak mikir wah asik nih deket dr rumah. N iming2 salary n insentif besar jd lah ak kirim CV. Less than 1 month resign ak ud masuk deh ke coffee shop itu. 

Not like I imagine, salarynya just UMR at that time. Trz insentifnya ternyata tergantung performance store which it was new. Coffee shop itu hny klo di dalam mall or di pusat perkantoran pasti insentifnya besar. Untuk kapasitas barista sih uda lumayan banget lah wkt itu.
Udah gt itu 24 hours store jd ada shift tengah malam gitu sdgkn kalau di mall kan engga ada shift gt. 
Dan ternyata kerjanya not as fun as I thought. hahaha.. Harus hafalin resep juga loh, prosedur behind the counter itu ribet n di hitung nilainya gitu oleh store manager kita. 
Udah gt aksesnya susah buat ku( di tol kan). Walau ada antar jemput karyawan tapi kebagiannya dianter paling akhir. Mostly ak hny tidur dirmh and spent the rest day di jalan or toko deh. 

Dalam wkt bbrp minggu aja ak uda capek banget. Mr. A ud ga kasih sebenarnya dari awal, tp ak nya penasaran. Br seminggu aja dy jg ud protes. Stlh 3 minggu my parents started to complain juga krn takut ak drop n sakit. Belum 1 bulan ak uda resign dan krn masuknya tuh bukan pas di awal wkt cut off gajiannya nya jd pastinya gaji ga full lah sebulan tp lbh surprisingly gaji yg kuterima msh kena potong pajak dll dan yg tersisa hny bbrp puluh ribu perak plus bbrp ratus rupiah. Karena msh karyawan percobaan untuk 3 bln jd ak msh ga kebagian insentif. 
Gilee.. wktu itu rasanya mo lempar tu koin ke org yg ksh duit nya,  kerja lelah cm dpt remah2 aj.. 

I learnt my lesson from this place. I haven't experienced a lot n cm harapan n ngayal doank tanpa berusaha untuk tahu lbh bnyk. Jadinya kerja tuh sia2 aja. 


3. Assistant Teacher 
Untungnya ak tipe yang termsk cepet dapat job, ga pake lama nganggur ak nemu lowongan jd asisten guru TK di lokasi deket rumah juga. Yang jarak tempuhnya cm 10 menit lwt jalan kampung. Kompleknya msh termsk kawasan elit pada masa itu. Tapi skrg terkenal banjirnya ^^. 
Sekolah itu kebetulan cr asisten di Semester kedua. Jadi next month stlh sebln jobless ak ud dpt job lg. 
Kelas yg kuassist itu N1 aka nursery untuk anak 3-4 thn. Anak-anakny cute2 n ngegemesin. Tapi....ak ga sukanya hrs terus spt "heboh" ke anak2. Karena kita harus ekspresif dan ak merasa tekanan banget untuk begitu. Other than that, ak juga males aja hr selalu gunting2 or siap2in art stuffs or dekoran kelas. *lihat poin diatas mengenai ga rapi* 
Tapi disini yang menyenangkan adalah lingkungannya dan ak belajar banyak dengan teman guru kelas yg ak assist. Untungnya orgnya gelo super n friendly. 
Ga enak lainnya adalah krn ini sekolah milik swasta n pribadi, jd gajiannya kita tu suka2 ownernya deh kapan dy ke bank. Stlh semester itu berakhir ak resigned n pindah ke skul lain yg lebih besar.


4. Form and Subject Teacher

July 2008 

Ak uda mulai jadi wali kelas dan juga guru subjek Bahasa Indonesia di salah satu sekolah di Citra 2. Awalnya agak shocked di offer langsung jd wali kelas dan anehnya lagi bisa jd guru bahasa Indonesia pula. Padahal basicnya Inggris. 
But I accepted as a challenge.

Then, I knew that I enjoy being the teacher! And this job is the closest to my dream as psychologist. 

July 2009

Ini ceritanya ak bosen bangun pagi jd ak maunya balik les private aja krn ak uda dapat bbrp yg stabil n pembayarannya bisa sebesar ak ngajar skul jg.  Jadi, ak mutusin keluar kerja jg krn lingkungannya sudah tidak enak jg. *reason pastinya akn kuceritain di post Part 2*

Tapi nasib berkata lain, salah satu murid les ku ternyata mamanya buka sekolah di daerah Palem. Deket juga donk dr rumah. Dy offer ak buat ngjr di sekolah dy. Tdnya ak ga mau tp krn serakah (yap as simple as that), ak mikir bisa nambah jajan deh lagian jm bubar kerjanya cpt n msknya lbh siang trs kdg lesin anknya bisa di sana jd ga hrs ke daerah PIk rumahnya. Waktu itu ak jg pny murid les di daerah Citra 3. Mikirnya masih searah semua, dgn motor semua bs dapat deh. 

Ternyata bekerja di tmpt ini membawa petaka lbh besar, dr yg cm jd asisten guru lagi n santai malah akhirnya ak hrs took over the class krn kepsek sekaligus wali kelas itu kabur stlh 3 bln pertama, trz ketemu tmn kerja yg munafik yg minta di tabok. Ternyata byk back stabbers di lingkungan ini. Belum lg pada ga sehat jg guru2nya yg bisa mukul anak secara fisik. Kelamaan disini bisa jd ikutan negativity nya.

Belum lg perjalanan pindah tmpt ngajar dr Palem-CItra-PIK-rumah ternyata berujung jd penyiksaan fisik. Menyesal tp sdh ga bs mundur lg. Karena kasian anak2 skul itu klo ak jg cabut. 

Karena itu sekolah kecil, jd sekolahnya br mulai ada kelas 1 dgn murid hny 8 anak. Enaknya, kekeluargaan banget deh dgn ortu2nya. Gak enaknya, ak ngajar hampir semua mata pelajarannya termsk PE kecuali Chinese. 

So, I hang on there for 1 year, next year primary levelnya ga dilanjutkan ke kelas 2 dan krn too much case, jd ownernya decide untuk fokus di TK aja. I quit school n private tuition anknya jg. 


July 2010

Ak dpt job di daerah PIK, di sini ak kerja jd guru Bahasa Indonesia dan IPA. Pdhl applynya for Math, again di taroh di Indonesian Studies. 
Tp disini ak merasa betah. Drama dgn lingkungan kerja sih pasti ada tp krn teman2nya asik2 semua jd ak betah aja. Lagian ud males bo pindah2. 

I stayed here for 3 years dan ditahun ketiga ak diangkat jd head teacher di skul itu n finally bs jg jd ngajar Math. Despite I hate math when I was younger, tp skrg ak merasa ngajar math tu menyenangkan. 

Tapi, jd HT tuh ga asik sih. Hrs nanganin anak2 yg bermslh, hadepin guru, deal with parents n jg pihak sekolah. 

Di thn ketigaku di sekolah itu, ada major case involved pihak sekolah dan sjk itu terjd perubahan besar2an di sekolah. Ak ud merasa akan ga enak jdnya, so I decided to quit.

July 2013

Ak pindah ke tmpt kerjaku sekarang. Masih di PIK sih. Disini ak mengajar Math dan Science di tahun pertama. Kemudian Math dan IPA di tahun kedua dan br tahun ini hanya Math saja. 
I can't tell much about this school krn gimanapn ak masih mengajar disini sekarang. 




Ada jg saatnya ak kangen dgn pekerjaan di pabrik dl. Karena itu jg salah satu passion ku dibidang fashion. Yang pasti stlh mengajar lebih dr 10 thn dr jaman kuliah, ak ud mulai jenuh sih. 

Postingan suka dan dukanya ak ceritain di post berikutnya ya. 


Walaupun sudah bertahan menjadi guru dan ada saat2nya ak menikmatinya tp yg pasti ak tetep menyimpan rasa penyesalan dan pikiran "seandainya dulu....".

Mungkin kalau dl ak ngekeuh untuk kuliah jurusan yg ak mau, or lbh niat cari tahu ttg bagaimana menjadi arkeolog, mgkn hr ini akan berbeda ceritanya. 

Mungkin ak bisa jd berada di belahan dunia lainnya n blm tentu sudah menikah dan sedang merencanakan untuk punya ank dan bisnis tetap. 

Mungkin jg ga akan sebagus yg ak pikirkan or harapkan. 

Well, I will never know. 

What I know is that my future is waiting for me to write another one. I wanna make sure that this time, I won't do things that make me regret my choice in the future. 



P.S. Photo credited to Google



You have to grow from the inside out. None can teach you, none can make you spiritual. There is no other teacher but your own soul. 
Swami Vivekananda

Tuesday, March 1, 2016

A (half) day without mobile phone. #sesuatu


Nah...adakah yang pernah merasakan namanya hidup tanpa HP seharian? Baik disengaja ataupun tidak?
Apa rasanya? 

Well, kalau for me personally sih dr dulu selalu mikir kalau ga ada hp tuh mengerikan. Lebih serem drpd isi dompet kosong. ^^

Kenapa?

1. Ngebayangin gak bisa menghubungi siapa2 kalau lg di jalan sendirian n mgkn amit2 kendaraan bermasalah. (karena ini lumayan sering dulu kejadian ban bocor lah, mendadak mogoklah)

2. Kalau ternyata dibutuhin n dicariin anggota keluarga n I am not having my phone pasti mereka bisa worry (esp.my mom).

3. Kalau butuh cari temen kerja di tmpt yg segede ini, masa iya hrs ngider setiap sudut n lantai gedung ini (mana gak boleh pake lift pula).

4. As simple as I want to chat n check my sosmed when I am bored. *grin*


Dulu pernah HP ku matot mendadak dlm hitungan menit krn LCD ny kejatuhan charger gitu. Padahal lg seru chatnya. 
Rasanya? Paniknya ampun2. Karena semua data di dalam hp, trz dirumah ga ada org, trz ga apal nomor hp satu orgpun kecuali telp rumah (not even my hubby's phone loh). 
Untungnya teringat, I still have my tab, msih bisa kirim email ke adek ku, hubby, n inform some friends yg ada di bbrp group chat aktif. Jadi ga dicariin dl. 
Untungnya lagi pas weekend, jd besoknya lgsng cus benerin LCD nya. Inilah kesulitannya touch screen hp jaman sekarang. Padahal jatuh berkali2 dy aman, tp begitu ketimpa charger lgsng koit.

Kemudian hari ini......ak ketinggalan hp dirumah. 
Karena hujan, buru2 biar ga kena macet n ga telat trz ingetnya masukin komik doank ke tas krn merasa bakalan butuh hari ini.

Trz ketika sampe ke sekolah sperti biasa ak akn keluarin semua isi tas n diserakin di atas meja (kalau rapi ga kayak kerja gitu loh), n ga bisa menemukan HP ku. 
Sempet coba tutup lg, n buka lagi cari ulang ( ngarepnya mataku doank siwer n it's there krn biasanya gitu) tapi kali ini si HP tidak muncul. Jadi, positif ketinggalan di atas tempat tidur.

Herannya, kali ini ak lebih merasa "Yaudinlah".  Gak gitu panik pula. Trz lgsng nyalain komputer n kirim email kedua org aja. My HOD here and of course ke Mr. A.

Tapiii... teteup maunya cepet pulang or minta gojek anterin. wkwkwk.

Good thing is, I can focus doing my work this morning, msh ada komputer bs buat baca koran, email2an dan akhirnya beneran tu komik akan berguna nanti siang. ^^



Technology... is a queer thing. It brings you great gifts with one hand, and it stabs you in the back with the other.
Carrie Snow