Labels

Saturday, March 26, 2016

The Job (method for different kiddos) ... #3

Jangan bosan yak.. Ini last part koq ^^



Apa sih itu guru?
Apakah hanya sebatas orang yang memberikan ilmu kepada seseorang?
For me, teaching is more than that. BUKAN hanya mengajarkan pelajaran melainkan membimbing sang anak juga. During my teaching life, banyak sekali tipe anak yang kutemui.

Ada hal yg mau ku share ttg menangani anak nih berdasarkan pengalamanku.
Selama bbrp tahun ini, ada bbrp anak yg dlm pengawasanku butuh perhatian khusus selama ak mengajar di sekolah sekarang ini, antara lain:

1. Si M. 
Waktu thn pertama masuk sekolah ini, ak jd wali kelas dan saat ambil daftar nama anak, ak langsung dikasih warning oleh VP bahwa anak ini hrs hati2 krn sk nae meja sndr, or wali kelas di level sblmnya di warning jg dy ini kasar. 
At that time, ak cm dengerin aja sih dan berusaha tidak menggunakan kata2 mereka sebagai acuan krn jdnya akan memicu mindset yg salah kan klo ak lgsng percaya. 
Ternyata....1 term pertama itu spt roller coaster buatku setiap hari! Amsiooong. hahahaha..
1 anak aja bs sebegitu destructivenyaaaa. Uda gitu tiap hr berantem terus sama anak lain. 
Dan selama 1 term itu anaknya selalu dibawa k counselor room. Bahkan anaknya bs pecahin meja hanya dengan satu gebrakan kakinya. Ud gt dy ikut wushu pula. alamaaak.. stress ak.

At the end of term 1, ak berpikir bahwa klo dikit2 refer k counselor jg ga bs nih. Jadi ak mati2an mikirin bagaimana alterin emosi anaknya dr ke org jd ke benda dl deh. Krn disuruh menuliskan perasaannya tidak mempan tuh dr counselor.
Kemudian selama term 2 ak mulai observed anak ini lbh khusus. Kenapa dy bisa selalu bereaksi dengan keras setiap wkt? Kenapa dy bisa segitu defensifnya? Kenapa dy bisa sering terlibat pertengkaran? 

Hasilnya mengejutkan loh:

Intinya hanya "judgement". Label kata bandel yang diberikan ke si M ini sejak dy di level sebelumnya sudah menjadikan tindakan yg diambil oleh adults sekitarnya menjadi bias. Kalau diusut2 dan diperhatikan kalau dy terlibat dgn temannya, seringkali yg mulai temannya malah. Tapi saat si M ini bereaksi, tmn2nya akan lgsng menyalahkan si M. Jadi si M menjadi lbih defensif lg. 

Kalau di level sblmnya kebetulan wali kelasnya expatriate dan language barrier jd klo si M marah or ngamuk dan jd harm tmnnya lgsng deh ortu si M dipanggil, ortu anak yg bersangkutan jg di info. Akhirnya jd terbentuk opini dari ortu2 lain bahwa si M ini bahaya loh dan anak2nya di warned jg. Alhasil walau ud dipisah jau dr kelas dy seblmnya tetep aja anak2 lain ud mikir si M ini bandel loh. Jadinya saat mereka teased si M, dan si M marah, jadiny kesannya M nya yg bandel. 

What I did? 
Gained M 's trust dl deh. Karena M ud terlnjur berpkr bahwa guru2 pasti "always blame me". I felt hurt when he said that. So, ak berusaha untuk selalu by one talk dgn dy dan berusaha membuat dy talked his feeling, asked him to talk to the teacher instead of he solved it physically or verbally. Term 2 itu struggled bgnt. Tapi...good newsnya no more councelor. 
Ak jg berusaha terangin ke para ortu lain di klsku bahwa si M tidak spt itu, ak berusaha protect anak2 mereka jg sih dr si M ini klo M sedang marah. Jadi by end of Term 2 ga da lg sih sounding2 ortu worry. 
Si M berhasil survived tanpa physically abused temen2nya lagi. Tapi memang need extra strength n voice sih tiap hr. Literally, every single day pasti ada negurin dy. hufff..
At the end of that year, wali klsnya di level sebelumnyatny ke ak " what did you do, Ms? he becomes so nice ya."  Ak cm senyum aja dah, (long journey....-__-)
And mom nya jg thanked me that I didn't always report bad things n tried to ask her help at home. Jadi mamanya jg susah komunikasi nih ceritanya dgn wali klsnya dl. Jadi guru expatriate jg ga selalu bagus loh. Trz ak jg request ke VP untuk put that boy di kls yg wali klsnya lokal dah di level berikutnya.    

2. Si S dan Mt.

Tahun ketigaku ini ak spesial request 2 anak khusus untuk di kelasku. Bukannya cari perkara sih tp simple krn ak kasian sama dua anak ini. They have been misunderstood a lot sama wali kelas mereka sebelumnya (yg expatriate jg)

-- S ini tu anak yatim. Right before dy msk SD kls 1, papa nya meninggal. Dy kebetulan anak bungsu dan beda jarak usia 4-8 thn dgn saudara2 nya yg lain. Sejak papanya meninggal otomatis mamanya hrs jd tulang punggung keluarga. Kebayang donk anak masih kecil dgn beda usia jauh, dan satu2nya orgtua yg sibuk, dy akan merasa kekurangan perhatian pastinya. Efeknya wkt kelas 1 aja emosinya sudah tidak bagus, Bisa sobek2 buku, marah n ngambek plus ngadat ga mau ngapa2in. 
Tapi setiap anak perkembangan emosi akan berkembang jg seiring dy bertambah usia, tp guidance tetap dibutuhkan. Skrg dy sudah kls 3. Dan alasan ak mau dy diklsku adalah mau mendisiplinkan dy untuk mandiri. Dr level sblmnya dy sudah termsk segan sama ak. Temen2nya dl wkt dy berulah pn yg dipanggil ak pdhl wali kelasnya bukan ak. 
Si S ini jg dl langganannya counselor krn ga ada guru lain yg bs dy dgrin dan trnyata dy mau dgrin ak. 
So, apakah berjalan lancar training dgn si S? tentu tidak. wkwkwkwk.
Tiap hr di Term 1 hrs di "nyanyiin" namanya. Diingetinnya makan yg bener, jgn lap dibaju, rapiin yg ud dibikin berantakan, cb cek tas nya, ini itu.. pokoknya teruuuus diingetin. Kesulitan dy yg lain adalah dy itu tdk ada teman bermain yg khusus krn dy terliat aneh, dan jg sulit mengungkapkan perasaannya. Sampai term 2 dy kalau ditny sesuatu yg ada ditny balik.

Contoh:

"S, what did you do before you eat?"  Dia akan tanya " do what?" *guru Englishnya cm bs haizzz*

Pernah dy cakar tmnnya tanpa alasan. Jadi ak panggil dy dan bertanya:

Me: "S, did you chased her outside and sracth her?"

S : diem.... * I assumed dy ga ngerti nih bahasa inggris kan*

Me : " S, km ada cakar temanmu ga?"

S : " Ada itu apa?"

Me : hufff.... " Tadi kamu cakar temanmu ga?"

S : " Iya."

Me : " Kenapa?"

S : " Karena........."

Udah selesai gitu aja krn dy ga akan bs jelasin kenapa. Seharian ditnyin jg gt.

Tapi.......term 3 sudah berakhir dan dia sudah bisa loh kasih reason skrg, uda bs komunikasiin, ud bs makan rapi tanpa ditongkrongin, uda ada tmn main dan uda bs ngbrl seru dgn tmnnya.  ^^ 
Mom nya jg bae untuk membantu disiplin untuk bisa makan rapi dirmh n makan sndr dan nanny barunya keknya jg baek.  ^^ but I am worry bout her next year. Semoga dpt wali kelas yg bs support dy jg.


-- Mt ini anak yg unik. Dia pintar dan lebih kecil posturnya dibandingkan anak-anak yg lain. Sejak awal bersekolah di sekolah ini, food is one of his issue. Last year, dy sampe di paksa banget untuk makan. In my opinion, food itu bukan sesuatu yg dipaksakan makan loh karena seperti halnya belajar yg dipaksakan, itu akan memicu traumatic event buat sang anak. I guess even as adult kan kita ga akan suka harus dipaksa.

Kemudian Mt ini juga termasuk lelet krn ga konsen gt klo do something (suka ngayal) dan sensitif sekali dengan words from others, jd dy diperlakukan sebagai fragile boy oleh org sekitarnya. So, this year I want him in my class.

What I do?

I put him equal as others. Ask his help, make him leader, make him pay attention to detail and responsible and negotiate about food with him.
Kenapa negotiate? karena dy anak yg smart, ak berpikir bahwa paksaan will no good, membiarkan dy seperti itu teruspn salah. He is way too skinny and small.

Di sekolah, lunch is provided. Biasanya 2 macam sayuran, 1 gorengan, 1 sup dan nasi. Anak2 diharuskan  makan semuamya tanpa kecuali sebisanya. Dan semuanya di campurkan dalam 1 bowl untuk nasi dan sayur n 1 bowl lain untuk sup.

Sbnrnya Mt ini lahir dgn masalah pencernaan sih, kemudian ada bbrp veggies yg dy alergi jg. Kemudian lidahnya itu sensitif sekali dengan makanan baru dan tidak suka makanannya dicampur2 ( huff)..

So, ak buat target dl. Dr hari pertama masuk sekolah dy termsk yg ud di list untuk di trainning. Biasanya ak buat target per kelas. Misalnya 3 bln pertama mereka harus bs disiplin dgn class rules, 3 bln berikutnya train anak untuk aware dgn role mereka sebagai leader ( gantian pastinya sekelas semua merasakan jd leader), dll.. Biasany dgn cara ini by the end of last term tahun ajaran tu, anak2 bs ready to the next levelnya. Perubahan maturity mereka jelas sekali.

Nah, dgn Mt ini target ku adalah make him finish before time. Dy harus bs brush teeth jg like others after lunchnya. Sdgkn dy selalu selesai mepet.. Cut it short, skrg jelas Mt bahkan bisa brush teeth and masih bs read books lagi sebelum lunch time over.

Bagaimana dgn dy yg picky food?

Itu proses yg panjang. Pake acara curhat session segala. Ak nanya kenapa dy ga suka, mostly krn dy blm pernah coba or krn tastenya menurut dy aneh, Awalnya, ak ksh dy makan secuil secuil dan minta dy try first then tell me how's it taste. Kemudian klo yg dy suka, ak akan kasih more tapi dgn catatan try eat walau hny satu yg dy ga suka. Untuk first month bnr2 duduk dgn dy liatin makan. Tapi lama2 ak blg sama dy kalau I trust him to finish it well. When he did it, I praised him. When he's not I said u can try better tomorrow, okay..
Ada pula saat2 I empathized him kalau dy susah makan krn superb ga enak foodnya.

Hasilnya: Yang pasti dy jd agak gemukan, celananya ga ada yg terus menerus melorot, even his mom said he eats more types of veggies and even can request some at the restaurants.

Generally, Mt berubah drastis by the end of this term, dy bahkan sudah bersosialisasi dgn teman2nya. Dulu dy cm wandering around sndr saat break time tp skrg dy ikut main. Menjd leader jg membuat dy lbh percaya diri lagi. Dy menjadi gampang diajak komunikasi dan bisa menjelaskan dengan baik.

Satu hal yg pasti, anak2 yg berkembang di satu sisi, pasti akan memicu perubahan sifatnya jg. Yg tdnya mgkn ga cranky bs jd lbh cranky, for me itu ud pasti.. Saat anak lbh terbuka pikirannya pasti dy jg akn menjadi lebih terbuka dgn emosinya. Which is good donk drpd dy memendam aja.


Sebenarnya masih BANYAK lagi case2 yg ak temui dr anak2 Case anak yg suka ambil barang org lain, case anak yg sk bohong, anak yg ADHD, anak yg sdkt autisme, dll. Believe me semuaya ada pemicunya loh. Sebagian semua butuh perhatian orgtuanya.

When I handle teen masalahnya beda lagi. Kadang2 anak2nya bisa curhat bertanya bagaimana caranya supaya tdk di bully, bagaiman supaya terliat cool, mostly sih kepercayaan dirinya yng menjadi issues.
Tapi dgn teen, yg paling penting adalah listen to them as friend. Mereka butuh rasa empati, mereka br bisa menerima masukan saat qta memberikan saran yg real ketimbang hanya saran "kosong".Oh trust me, teenager knows that, kalau kita lbh banyak menyarankan drpd mendengarkan mereka,  they will stop to talk dan akhirnya fell apart deh.

Conclusion:
1. Setiap anak tidak bisa disamakan. Itu benar, tp metode yg digunakan bisa dikembangkan dr yg ada. Itu bukan hanya tugas guru sekolah or les or psikolog tp itu tugas utama orangtua.

2. See the value of each child. Not what we want them to be.

3. Jangan pernah menyerah akan mereka krn mereka tidak punya siapa2 lagi selain org dewasa disekeliling mereka.

4. Pahami bahwa setiap kepribadian anak itu bukan hanya terbentuk dr lingkungan dan dari cara mendidik, tapi ada pula yang merupakan bawaan dasar sang anak. Jadi don't blame yourself also.

5. Treat them like you wanna to be treated as adult.

6. Mereka tidak akan bisa memutuskan untuk diri mereka sendiri kan? Guess who?  Make a right one.

7. It's not always count on parents aja loh tp juga setiap adult disekitar mereka hrs pny same vibe.

8. Rasa kasihan tidak akan membantu mereka.


Personally ak lbh sk ngajar anak antara kelas 1-3. Kenapa? karena disanalah basic mereka. Dalam pelajaran dan juga core value mereka. Diusia 8-9 tahun, banyak anak yg sudah terlihat arahnya kemana, jd ak lebih suka stay di level itu untuk guide them. Setidaknya hopefully they have enough basic to stay on the bright side. Karena begitu masuk kelas 4, anak2 lbh mudah ikut arus dan kalau dibiarkan lah itu lah susahnya dibentuk kembali.

Counselors di sekolahku pun bilang bahwa setiap tahun, masalah terbesar datang dari area fourth grade. Anak yg ud terliat troubled di kelas 3 dan dibiarkan, menjadi merajalela dah di next level.

Dalam bbrp case ak suka diskusi dgn counselor2 sekolah. Dan waktu ak share keprihatinan ttg anak2 jaman skrg yg too early msk sekolah, mereka setuju jg. Sosialisasi dan ability dalam baca tulis selalu jd fokus utama. Padahal menurut mereka yg utama itu motorik dl. Krn ank yg pintar dan motorik kurang jg jd masalah. Anak yg tidak bisa baca dan tulis dgn cepat di usia 4-5 thn bukan berarti anak itu kurang pintar dll.. But, it's not their age yet loh. Ak pernah disuruh lesin anak 4 thn baca tulis. Ya anaknya cranky lah.
Imagine mereka sekarang sekolah kelas 1-2SD minimal pulang jm 1-2 siang, trz les ini itu (inggris lah, mandarin lah, pelajaran lah, gambar lah, kumonlah, dll), pulang sampai rmh jam 6 paling cpt kayaknya. Ad yg jm 8 bahkan ada yg papanya bs dirmh duluan.

Jam mainnya? jam boci nya ( we know how goodto have a nap is)

Kebayang ga sih brp puluh tahun lagi mereka akan bersekolah? Enek ga?


Sebagai seorg guru, sering juga loh ditanyain sama saudara atau teman mengenai bagaimana menangani anak mereka. Biasanya ak ga bs ksh jawaban yg exact krn ak tipe yg hrs mempelajari sang anak dulu. Jadi, ak biasa menggunakan cerita dr pengalaman2 ku dan yg pernah ku lakukan.
Hanya saja seringkali sebagian dari mereka akan beranggapan jd guru beda loh jd orangtua, atau beranggapan ak bukan ortu jd keknya itu tidak mgkn diterapin. Lucunya mereka selalu mengalami hal itu berulang2 dan bertanya terus menerus.

Tapi ada jg yg berusaha disiplin dr awal, never too early menurut mereka daripada menyesal. Kebanyakan sih yg mengerti yg memang sudah pernah melihat byk cases sih.

Menjadi guru ga menjamin jg anak2nya akan lebih baik koq. ^^

I don't know what kind of parents I would be. So, let me remind myself through this page.

I am not dictating, I am not correcting. I  just want to be a good parent one day.





" Children are like wet cement. Whatever falls on them makes an impression." 
Dr. Haim Ginott















16 comments:

  1. Menarik Shal ulasannya... Seneng deh bisa nambah wawasan baru soal ini :)

    ReplyDelete
  2. *standing applause*
    Hebat banget Shal! Seneng juga ya pastinya kalo bisa ngeliat anak didik di bawah asuhan lo berubah menjadi lebih baik.
    Gue berharap semoga nantinya setelah anak ini lahir dan tambah gede, gue bisa punya stok sabar yang banyak dan kemampuan untuk berusaha memahami sudut pandang dia as a kid.
    Omg gue kagum banget sama lo!! Hahaha anak sendiri aja belum tentu bisa, apalagi mesti handle anak orang lain ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah.. thanks, Olive. g jg ga sesabar yg dibayangkan ke anak2 murid g sih. ada saatny pengen g kunyah2. hahaha

      Delete
  3. Keren shal temanya kali ini.. Menarik buat disimak..Conclusion dari km juga bagus2.. Hehe.. Thanks for sharing, lao shi.. :)

    ReplyDelete
  4. Noted shal.. buat nanti kalo uda punya anak jadi bisa menerapkan.. thank u laoshi.. semangat trs y..^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thank, sil..ditunggu ceritanya klo pny anak ya tar. *masih jauuuuu*

      Delete
  5. still amazed dengan profesi sebagai guru, namanya juga jd panutan... *speechles*

    ReplyDelete
    Replies
    1. boleh dicoba, yan jd guru. msih banyak anak2 yg butuh bimbingan. :)

      Delete
  6. Rasanya ngga kuat mental buat jadi guru Shall, kl bandel2 rasanya pgn pasung satu satu. Hahaha
    Bener ya guru itu pahlawan tanpa tanda jasa ^^
    Keliatannya tugas ringan padahal bnyk yang harus dikerjain.

    ReplyDelete
    Replies
    1. mnrt g sih kerjaan jd guru tergantung tiap pribadi jg sih, sel. Ada byk loh g menemui guru2 yg jauh lbh sabar and niat dr g, n g aja amaze sama beliau2 itu.
      Klo g kn tau sndr g uda bosen nih ngajar skrg.. ^^

      Delete
  7. Shal..keren bgt..km sabar bgt ya..keren2..so inspiring..
    Bole ni nanya2 nanti kl ud pny ank.hehe..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ricka kan km jg ngajar less toh? kurang lebih pasti ada ngerasainlah diuji kesabaran. hehehe

      Delete
  8. Shal, sabar bgt dirimu buat hadepin anak2.. gigih pula utk ubah mereka ke arah yg lebih baik.. great job shal.. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah..cyn, yg ga sabarnya jg byk koq. Wkwwkwk.
      Thx anw. ^^

      Delete